Sabtu, 08 November 2014

Problem dan sengketa perbatasan

Kepada Presiden RI yang terhormat,
Kepada Para Menteri yang terhormat,
Kepada Anggota DPR dan MPR yang terhormat,
Kepada aparat penegak hukum yang terhormat,
Kepada TNI dan Polri yang kami banggakan,
Kepada praktisi dan kaum akademisi yang kami muliakan,
Kepada segenap rakyat Indonesia yang saya banggakan...

Perkenankanlah dalam kesempatan ini saya sedikit memberikan pandangan tentang masalah yang ada diperbatasan Indonesia.

Seperti kita ketahui... dalam beberapa kasus penyelesaian sengketa perbatasan dengan negara lain, kita kalah telak yang mengakibatkan rasa sakit dihati setiap rakyat Indonesia. Kita semua berharap, kedepan penyelesaian beberapa perbatasan yang masih dalam sengketa dengan negara tetangga kita bisa memenangkan.

Sebelumnya saya sampaikan, bahwa dikesempatan yang lalu, Alhamdulillah saya berkesempatan untuk mengunjungi kota - kota besar dan pulau - pulau di Indonesia. Saya sempat berdiskusi dengan warga masyarakat di Kalimantan, di Sulawesi, Lampung dan lainnya.

Selain itu saya juga sempat membaca beberapa berita dan artikel di Internet. Sehingga akhirnya saya memberanikan diri untuk mengambil kesimpulan tentang permasalahan perbatasan sebagai berikut :

1. Pemerintah Indonesia sering kalah dalam penyelesaian sengketa perbtasan, karena selama ini pembangunan tidak merata. Pembangunan hanya menitikberatkan pada pusat pemerintahan, akibatnya daerah perbatasan terabaikan. Hal inilah yang mengakibatkan negara lain bisa dengan leluasa untuk mengelola daerah perbatasan yang sebenarnya masih dalam kerangkan NKRI.

2. Perbatasan Indonesia itu kan panjang pak. Perbatasan yang dijaga oleh TNI / Polri hanya beberapa meter saja, yaitu pada jalan penyeberangan saja. Selebihnya banyak daerah hutan, laut dan selat lebar yang tidak tercover. Untuk itu kedepan pemerintah harus meningkatkan teknologi guna memantau panjangnya garis perbatasan Indonesia. Jika tidak, akan terus terjadi pencurian kekayaan Indonesia melalui perbatasan yang tidak terjaga, seperti perbatasan di tengah hutan, di laut, selat...

3. Saya khawatir, negara tetangga sengaja mengejar pembangunan didaerah perbatasan. Seperti di Kalimantan, banyak sekali orang Indonesia yang merasa lebih mudah untuk mendapatkan akses layanan publik dengan menyeberang ke Malaysia, dibandingkan dengan ke Indonesia. Karena Malaysia getol membangun didaerah perbatasan, sedangkan Indonesia masih sangat kurang memperhatikan pemerataan pembangunan didaerah pinggiran.

Saya takut mereka sengaja mempersiapkan untuk jangka panjang melakukan referendum atau jajak pendapat bagi penduduk di daerah perbatasan akan ikut mereka atau tetap ikut Indonesia. Jika jujur pastilah rakyat akan cenderung mengikuti pemerintahan yang benar - benar memperhatikan nasib mereka. Ini artinya dimasa depan sangat berpeluang semakin terkikisnya wilayang Indonesia didaerah perbatasan.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan ini, semoga bisa menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan jangka panjang. Salam sukses

Sugeng Prayitno

Untuk apa giat belajar kalau cuma mau jadi pesuruh

Rekan Netter,...

Menurut anda, anda termasuk orang yang giat belajar atau giat bermain?

Terus terang saya merasa kasihan pada mereka yang tidak memiliki planing yang jelas tentang hidup. Alhasil, meskipun saat sekolah atau saat muda selalu giat belajar, outputnya hanya mau mencari kerja.

Lah... kalau yang giat belajar dengan ogah - ogahan pada akhirnya cuma menjadi pesuruh... untuk apa rajin belajar?

Nah melalui tulisan ini, saya mengajak kepada diri saya dan pembaca sekalian, kalau memang mau membangun masa depan yang cerah, maka harus giat belajar agar menjadi pintar. Nah, kalau pintar, sebisa mungkin harus bisa membuktikan kepintaran yang dimiliki dengan membangun usaha atau menjadi orang yang benar - benar profesional.

Mengapa demikian?
Karena saya prihatin, banyak sekali orang yang semasa sekolah giat belajar dan berprestasi, namun pada akhirnya tidak ada bedanya dengan yang selama masa sekolah hanya banyak maen.

Mungkin bahasa lainnya...
Kalau pada akhirnya sama - sama hanya menjadi pesuruh, buat apa giat belajar.

Trus... harapan saya, pemerintah juga harus tanggap dong. Berikanlah fasilitas dan dukungan yang cukup kepada orang - orang yang berprestasi untuk mengembangkan kemampuannya. Karena bangsa ini akan maju jika dikelola oleh  orang - orang yang memang ahli dibidangnya.

Saya ingat dulu saat masih SD, ada guru saya yang memberi motivasi pada muridnya agar giat belajar dengan memberikan contoh... anak - anak, kamu yang giat belajar ya, biar besok seperi mas X, kerja di perusaahaan ternama bayarnyabesar, bisa beli mobil, rumah dan banyak lagi...

Dulu saya tertarik...
Namun ketika saya SMA saya renungkan, dalam benak saya, ternyata guru saya dulu salah dalam memberikan motivasi...

Kenapa muridnya disuruh capek - capek belajar setiap hari yang ujung - ujungnya untuk menjadi pekerja...
Kalau giat belajar harusnya jadi bos dong... ya gak?

Harusnya dalam memotivasi... giatlah belajar, seperti mas / pak / bu X, dia giat belajar sekarang memiliki perusahaan dan karyawan yang banyak. Sekarang dia menjadi bos....

Bukankah seperti itu lebih menariok kan?

Sekian dulu yah... Jangan lupa sampaikan salam hangat saya buat keluarga...
Sugeng Prayitno


Hapus Kurikulum Pendidikan yang berorientasi padan perbudakan

Rekan Netter,
Saya ingin bertanya kepada anda :

1. Menurut anda, sebanding tidak pertambahan lapangan kerja dengan pertambahan tenaga kerja pada tiap tahunnya?
2. Menurut anda, semakin mudah tidak bagi kita untuk mendapatkan pekerjaan?

Saya yakin dalam hati yang jujur anda akan menjawab "TIDAK". Iya kan? He....... udah tau kok nanya Kazzu ni..

Coba anda renungkan, kemana ujung - ujungnya atau output dari pendidikan di Indonesia?
Menjadi bos ( pengusaha ). atau menjadi bawahan ( pekerja )?

Kembali saya yakin mayoritas dari pembaca sekalian akan menjawab " menjadi pekerja"!

Nah, dari sini kita paham, mengapa masalah pengangguran tidak pernah teratasi. Karena kurikulum pendidikannya yang salah. Mengapa salah? Karena hanya berorientasi untuk menciptakan tenaga kerja. Seharusnya selain menciptakan tenaga kerja, setidaknya 25% harus berorientasi untuk menciptakan pengusaha.

"SEHEBAT APAPUN SEORANG TENAGA KERJA, JIKA TIDAK ADA LAPANGAN KERJANYA, MAKA TIDAK AKAN BISA MENGHASILKAN KARYA APA - APA"

Melalui tulisan ini, saya bermaksud mengajukan pada pemerintah dan orang - orang yang berkompeten dalam penyusunan kurikulum pendidikan di Indonesia agar merubah kurikulum perbudakan yang selama ini telah menghancurkan harga diri kita sebagai bangsa yang kreativ dan mandiri.

Kini saatnya kita untuk bangkit, menuangkan ide yang kreative. Menciptakan lapangan pekerjaan secara mandiri. Bukan hanya sekedar berfikir untuk mencari kerja dan mencari kerja.

"Kata orang, mencari kerja sulit...
Namun membangun usaha juga sulit...
Trus...
Kata orang untuk memiliki pekerjaan yang bergengsi seperti PNS diperlukan koneksi dan modal...
Trus... untuk membangun usaha juga diperlukan modal...

NAMUN, JIKA SUKSES beda jauh....
Cari kerja, jika sukses akan menjadi bawahan ( pesuruh dari yang punya perusahaan ).
Membangun usaha, jika sukses akan menjadi Bos.

Kalau kenyataanya sama - sama sulit dan sama - sama membutuhkan modal...
Anda pilih mana?

Sekian dulu ya...
Salam Hangat Buat Keluarga dirumah...
Sugeng Prayitno

Saatnya Hapus Kurikulum tentang Proposal yang salah kaprah

Rekan Netter,
Saya ingin mengajak anda sejenak untuk mengenang masa - masa sekolah dulu. Coba ingat pelajaran bahasa Indonesia tentang pembuatan proposal. Kemudian coba ingat bagaimana implementasi proposal kegiatan yang diajarkan oleh guru pembimbing sewaktu kita sekolah dulu... ( tapi kalau yang gak aktif di organisasi, kecil kemungkinan memiliki pengalaman pembuatan proposal kegiatan,,, heeeee ).

Dulu, kalau membuat proposal selalu ada pos dana lain - lain. Nah apa - apa yang dianggap belum jelas pengeluarannya selalu dimasukkan dalam cakupan dana lain - lain. ( Tentang pengkajian dampak adanya dana lain - lain silakan baca pada artikel sebelumnya ).

Proposal tempo dulu yang diajarkan dan dipraktikan dalam kegiatan, dana tidak boleh sisa. Kalau sampai sisa malah dianggap salah oleh atasan. Untuk itu kalau dana sudah turun, dalam laporan harus habis. Nah inilah yang saya maksud salah kaprah. Karena memaksa kita selaku yang menjalankan suatu kegiatan untuk menggunakan dana yang sebenarnya sisa untuk kegiatan lain atau penyalahgunaan.

Rasanya sangat kecil peluang jika dana kegiatan itu akan habis persis sesuai proposal. Kemungkinan pertama adalah selalu sisa, kemungkinan kedua adalah kurang dan kemungkinan ketiga adalah impas. Oleh sebab itulah sekolah dan pihak yang berkompeten dalam membimbing generasi muda untuk lebih berwawasan dengan ideologi kejujuran dan budaya transparansi.

Dana kegiatan itu tidak harus habis. Jika habis tidak apa, dan jika sisa kita semua harus bersyukur, bukan malah dimarahi jika dilaporkan masih ada sisa. Jika habis, harus lebih dikejar secara detail penggunaanya, jika sisa maka itu lebih bagus.

Sekian dulu yah temen - temen.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat untuk kita semua
Amiin.

Salam Sukses
Sugeng Prayitno

Menakar Relevansi dana lain - lain dalam proposal

Assalamu'alaikum
Rekan Netter, dalam kesempatan ini saya akan sedikit memberikan penilaian ( menakar ) relevansi dana lain - lain dalam proposal.
Seperti kita ketahui, bahwa dalam pembuatan proposal kegiatan, hampir tidak pernah lepas dari adanya dana lain - lain pada bagian anggaran.

Dana lain - lain seolah menjadi sebuah penyempurna yang menjamin kecukupan dana dalam suatu kegiatan. Karena dengan adanya dana lain - lain, maka panitia akan merasa memiliki dana yang bebas penggunaanya. Sehingga jika ada pos tertentu yang kurang atau ada perlengkapan tertentu yang kurang bisa dengan mudah ditambal menggunakan dana lain - lain.

Tujuan awal diadakannya dana lain - lain memang bagus, namun  jika kita jujur dan teliti lebih mendalam, adanya dana lain - lain menjadi celah yang bisa membawa kearah keruwetan dalam pelaporan kegiatan. Bagaimana tidak, karena penggunaan dana lain - lain tidak ada aturan dan batasan yang jelas. Hal ini bisa dimanfaatkan orang yang tidak bertanggungjawab untuk membiayai kepentingan pribadi. Baik secara terang - terangan maupun mark up harga.

Oleh sebab itulah saya berpendapat, sebaiknya dalam sebuah proposal tidak perlu disediakan pos dana lain - lain. Karena adanya dana lain - lain bisa mendorong kearah tindakan penyalahgunaan dana sekaligus menunjukkan kurang matangnya dalam penyusunan proposal.

Selanjutnya, untuk mengantisipasi kekurangan dana, maka bisa disediakan dana cadangan. Sekilas memang tampak mirip antara dana cadangan dengan dana lain - lain. Namun nama "dana cadangan" jauh memberikan nilai positiv dan mudah pertanggungjawabannya dibandingkan dana lain - lain. Karena kata "lain - lain" bermakna bias atau tidak jelas.

Perbedaan dan dampak penggunaan nama "dana cadangan" dengan "dana lain - lain" kurang lebih seperti antara penggunaan kata "kami" dengan kata "kita".

Perbedaan ini hanya akan terlihat dengan jelas oleh orang - orang yang jujur dan mau merenungkan.

Demikian dulu ya, semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat.

Salam Sukses
Wassalamu'alaikum wrwb
Sugeng Prayitno